Jumat, 10 Desember 2010

Janji Pelajar Muhammadiyah

Rodhitubillahi robba wabil islami diena, wabimuhammadin nabiyya warasula

Kami Pelajar Muhammadiyah berjanji:

1. Berjuang menegakkan ajaran Islam

2. Hormat terhadap orang tua dan guru

3. Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu

4. Bekerja keras, mandiri, dan berprestasi

5. Rela berkorban dan menolong sesama

6. Siap menjadi kader Muhammadiyah dan Bangsa

KEPRIBADIAN IPM

PENGERTIAN DAN FUNGSI KEPRIBADIAN IPM
Kepribadian IPM adalah rumusan yang menggambarkan hakikat IPM, serta apa yang menjadi dasar dan pedoman amal perjuangan IPM, serta karakter gerakan yang dimilikinya. Kepribadian IPM ini berfungsi sebagai pedoman dan pegangan bagi gerak IPM menuju cita-cita terwujudnya pelajar yang ilmu, berakhlak mulia, dan terampil.

MUATAN KEPRIBADIAN IPM
1. Definisi Ikatan Pelajar Muhammadiyah
IPM adalah gerakan Islam amar makruf nahi munkar di kalangan pelajar yang ditujukan kepada dua bidang, pertama perorangan dan kedua masyarakat. Dakwah pada bidang pertama terbagi kepada dua golongan:
a. Kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid) berdasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam.
b. Kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk mengikuti nilai-nilai ajaran Islam.
Adapun dakwah amar makruf nahi munkar kedua ialah kepada masyarakat, bersifat perbaikan, bimbingan, dan peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan bersama dengan bermusyawarah atas dasar takwa dan mengharap keridhaan Allah semata. Dengan ini diharapkan dapat membentuk pelajar muslim yang berilmu, berkahlak mulia, dan terampil sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya di kalangan pelajar.
2. Dasar dan Amal Perjuangan IPM
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju terwujudnya pelajar muslim yang berilmu, berkahlak mulia, dan terampil sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka IPM mendasarkan segala aspek dan amal perjuangannya atas prinsip-prinsip berikut ini:
a. IPM adalah gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar di kalangan pelajar.
b. IPM berperan aktif sebagai kader persyarikatan, umat, dan bangsa dalam menunjang pembangunan manusia seutuhnya menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
c. IPM sebagai gerakan pelajar yang membangun nalar keilmuan dan respon terhadap perkembangan zaman
d. IPM merupakan organisasi otonom Muhammadiyah yaitu sebuah organisasi yang diberi keleluasaan dalam mengelola rumah tangganya sendiri tanpa campur tangan dan intervensi.
e. IPM adalah organisasi independen yaitu organisasi mandiri yang berada dalam bingkai kebebasan dan kemerdekaan untuk menentukan sikap dalam berpihak (hanya) kepada kebenaran.
3. Penjabaran Dasar dan Amal Perjuangan IPM
a. IPM Sebagai Gerakan Dakwah di Kalangan Pelajar
IPM memandang bahwa Islam adalah satu-satunya jalan yang menyelamatkan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Ajaran Islam bersifat universal dan jika dihayati, dan diaktualisasikan dengan tepat, ajaran itu membawa daya ubah yang luar biasa dalam sejarah peradaban manusia. Akan tetapi untuk menuju ke arah itu banyak instumentasi yang harus dipenuhi dan diadakan, diantaranya adalah media dakwah.
Dakwah Islam berfungsi sebagai mediator antara nilai-nilai ajaran Islam dengan realitas kehidupan umat Islam yang dalam banyak kesempatan terlalu jauh kesenjangannya, artinya umat Islam banyak yang belum tersentuh atau terpanggil oleh nilai luhur ajaran agamanya. Pada konteks ini dakwah sangat penting dan menentukan dalam kehidupan beragama, dengan kata lain tanpa dakwah, Islam tidak akan berarti dan bermakna dalam realitas kehidupan. IPM menegaskan dirinya sebagai gerakan dakwah Islam untuk ambil bagian dalam proses reformasi atau pembaharuan umat. Dakwah Islam IPM adalah dakwah amar makruf nahi munkar yang dipahami sebagai proses; Pertama, pembebasan manusia (liberasi) dari perilaku negatif dan kebiasaan buruk. dan kedua, pelibatan manusia (emansipasi dan transformasi) secara aktif dalam pembangunan kehidupan yang positif pada segala aspek.
Secara institusional, IPM adalah media para kadernya untuk berdakwah. Sehingga dakwah IPM adalah dakwah yang memiliki; Pertama, subyek yaitu kader-kader organisasi yang terdiri dari para pelajar muslim yang concern dan memiliki komitmen perjuangan. Dan kedua, yaitu obyek, yakni sasaran dakwah IPM yang terdiri atas komunitas pelajar dengan pribadi-pribadi pelajar sebagai sasaran pokok. Dalam dakwah IPM, landasan utamanya adalah semangat tauhid. Semangat tauhid artinya bahwa misi perjuangan dakwah IPM adalah menegakkan nilai-nilai Islam seperti yang telah diserukan oleh Allah SWT.
b. IPM Sebagai Gerakan Kader di Kalangan Pelajar
IPM adalah lembaga kaderisasi yang salah satu fungsinya adalah melakukan proses penyiapan kader-kader untuk terlibat dalam aktifitas kemanusiaan dan kemasyarakatan yang lebih luas dari lingkup IPM. Dan satu pertimbangan yang tidak bisa dipungkiri IPM adalah bahwa IPM merupakan organisasi otonom Muhammadiyah dan berfungsi menjaga proses kaderisasi di Muhammadiyah. ltu artinya IPM sebagai lembaga kaderisasi Muhammadiyah. Fungsi pertama dan fungsi kedua IPM sebagai gerakan kader yang tersebut tadi secara sistematik dapat diurai sebagai berikut:
1). Fungsi Kader Persyarikatan
IPM merupakan organisasi kader bagi Muhammadiyah maka IPM berfungsi sebagai lembaga kaderisasi yang out-putnya adalah kader-kader persyarikatan baik sebagai pimpinan maupun pemegang amal usaha di masa yang akan datang. Untuk itu dalam melakukan fungsi tersebut yang perlu diperhatikan dalam proses kaderisasinya adalah:
a. Corak pengkaderan IPM adalah “Paradigma Kritis”, yaitu kaderisasi yang menekankan pada aspek penanaman ideologi yang berbasis pada ilmu. b. Pengembangan Paradigma kritis tersebut bermuara kepada lahirnya trilogy pembaharuan IPM (jihad, ijtihad, dan mujahadah) yaitu etos kerja, etos intelektual dan etos spiritual.
2). Fungsi Kader Umat dan Bangsa
Komitmen IPM terhadap proses transformasi masyarakat, bangsa dan Negara terwujud dari sumbangan IPM berupa kader-kader yang siap melakukan artikulasi konstruktif dalam rangka pembaharuan dan pembangunan masyarakat, bangsa dan negara. Untuk itu maka:
a. Corak rekruitmen kader IPM harus terbuka (inklusif) terhadap berbagai latar belakang dan potensi pelajar.
b. Dikembangkan pengkaderan-pengkaderan altenatif untuk mengakomodir pluralitas kader dan mengalokasikan kader tersebut pada posisi-posisi yang meluas.
c. IPM Sebagai Gerakan Keilmuan di Kalangan Pelajar.
Salah satu karakter pokok IPM untuk menegaskan eksistensinya adalah karakter keilmuan. Corak keilmuan IPM tidak lepas dari kristalisasi prinsip kritis transformative yang menjadi patron bagi pelajar muhammadiyah dalam menaggapi realitas secara ilmiah. Karakter keilmuan tersebut memiliki ciri pemikiran secara dialektis, yakni, ilmuiman- amal, iman-amal ilmu, amal-ilmu-iman yang dipahami sebagai kesatuan integral yang tidak dapat dipisahkan dan harus dimiliki oleh setiap kader. Sehingga, gerakan keilmuan IPM tidak terjebak pada diskursus keilmuan yang dibangun atas dasar nalar instrumental, serba-bebas, serba-boleh (anarkisme), maupun perspektif keilmuan yang terpisah jauh dari nilai-nilai ilahiyah/ketuhanan.
Poinnya, karakter keilmuan IPM mengharuskan kadernya untuk memiliki sifat-sifat ilmu, yaitu: kritis (Q.S. Al Isra:36), terbuka menerima kebenaran dari manapun datangnya (Q.S. Az-Zumar:18), serta senantiasa menggunakan daya nalar ((Q.S. Yunus:10). Pokok pikiran tersebut sekaligus sebagai dasar keilmuan IPM yang mencakup rumusan berikut:
a. Pandangan keilmuan IPM memandang pengetahuan sebagai kesatuan hidup yang hanya dapat tercapai dengan sikap krtis dan terbuka dengan menggunakan akal sehat.
b. Pandangan keilmuan IPM mendasarkan akal sebagai kebutuhan dasar hidup manusia.
c. Pandangan keilmuan IPM memandang logika sebagai pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah.
D. IPM Sebagai Organisasi Otonom Muhammadiyah di Kalangan Pelajar
Eksistensi IPM sebagai gerakan dakwah dan kader adalah untuk mendukung gerakan dakwah Muhammadiyah. Dengan kata lain IPM menjadi bagian dalam dakwah Muhammadiyah dengan ruang lingkup yang lebih terbatas, dalam hal ini IPM concern pada pelajar. Sebagai tangan panjang Muhammadiyah dilingkungan pelajar, prinsipprinsip gerakan IRM harus sama dengan prinsip-prinsip gerakan Muhammadiyah, yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama lslam demi terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Pada sisi yang lain IPM adalah sebuah organisasi yang otonom artinya terpisah secara kelembagaan dengan Muhammadiyah. Sebagai organisasi otonom, IPM memiliki hak dan kewajiban untuk mengelola rumah tangganya sendiri dalam binaan Muhammadiyah. Untuk memadukan antara realitas primordial IPM yaitu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dakwah Muhammadiyah dan IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, maka dapat rumuskan pemahaman sebagai berikut:
1). IPM selama menjadi organisasi otonom Muhammadiyah berkewajiban untuk menjalankan misi dakwah Muhammadiyah dikalangan pelajar dan. Remaja Tanfidz Muktamar XVI IRM
2). Sifat otonom IPM atas Muhammadiyah dapat dipahami sebagai sifat kemandirian dalam bersikap, bertindak, dan mengambil kebijakan selama hal-hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ikatan dan persyarikatan.
E. IPM Sebagai Organisasi Independen di Kalangan Pelajar
Manusia dilahirkan di muka bumi ini dengan membawa sifat dasar merdeka/bebas. Kemerdekaan atau kebebasan manusia tersebut merupakan modal untuk mencapai kemuliaan dan derajat tertinggi sebagai manusia. Kemerdekaan/kebebasan berarti manusia terbebas dan faktor-faktor dan pengaruh-pengaruh di luar dirinya yang menyebabkan dia tidak leluasa untuk menentukan keberpihakanya kepada sesuatu yang diyakininya sebagai kebenaran. Sehingga dapat dinyatakan bahwa sifat kemandirian IPM berada dalam frame kebebasan dan kemerdekaan untuk menentukan sikap dalam berpihak (hanya) kepada kebenaran.
Kemandirian IPM secara organisatoris berimplikasi kepada sikap percaya diri untuk bebas melakukan kebijakan dan aktifitas apa saja yang dapat menghantarkan kepada cita-cita dan tujuan perjuangan. Dengan mempertimbangkan pandangan tersebut maka:
1). IPM bukan organisasi yang menjadi bawahan organisasi manapun
2). IPM bebas melakukan interaksi dan kerja sama dengan organisasi, lembaga, instansi dan institusi manapun dengan sebuah komitmen yaitu kerjasama dan interaksi yang saling membangun dan menguntungkan. Dan IPM menolak tegas komitmen yang bertujuan merusak prinsip-prinsip dasar Ikatan dan membawa IRM kepada aliansi yang bersifat organisatoris yang permanen sehingga dapat mengikat gerakan IPM secara kelembagaan.
3). Interaksi dan kerjasama organisatoris yang di bangun IRM dengan organisasi, lembaga, institusi dan instasi manapun tidak mengurangi kritisisme IPM, karena watak perjuangan IRM berkaitan dengan pola-pola hubungan eksternal adalah kritis, konstruktif, dan korektif.

Kamis, 09 Desember 2010

SEJARAH IPM (IKATAN PELAJAR MUHAMMADIYAH)


Latar belakang berdirinya IPM tidak terlepas dari latar belakang berdirnya Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam Amal Ma’ruf Nahi Munkar dan sebagai kensekuensi dari banyaknya sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader.
Di samping itu situasi dan kondisi politik di Indonesia pada era rahun 1956-an, dimana pada masa ini merupakan masa kejayaan PKI dan masa Orde lama. Muhammadiyah menghadapi tantangan yang sangat berat dari berbagai pihak. Sehingga karena itulah dirasakan perlu adanya dukungan terutama untuk menegakkan dan menjalankan misi Muhammadiyah. Oleh karena itu kehadiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi para pelajar yang terpanggil pada misi Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung dam penyempurna perjuangan Muhammadiyah.
Upaya dan keinginan pelajar Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah telah dirintis sejak tahun 1919. Akan tetapi selalu saja mendapat halangan dan rintangan dari berbagai pihak, termasuk oleh Muhammadiyah sendiri. Aktivitas pelajar Muhammadiyah untuk membentuk kader organisasi Muhammadiyah di kalangan pelajar akhirnya mendapat titik –titik terang dan mulai menunjukkan keberhasilannya, yaitu ketika pada tahun 1958, Konferensi Pemuda Muhammdiyah di garut menempatkan organisasi pelajar Muhammmadiyah di bawah pengawasan Pemuda Muhammadiyah.
Keputusan Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Garut tersebut diperkuat pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah II yang berlangsung pada tanggal 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta yakni dengan memutuskan untuk membentuk IPM (Keputusan II/ no.4).
Keputusan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Muktamar meminta kepada PP Muhammdiyah Majelis Pendidikan bagian Pendidikan dan pengajaran supaya memberi kesempatan dan mengerahkan Kompetensi Pembentukan IPM kepada Pemuda Muhammadiyah.
Muktamar mengamanahkan kepada PP Pemuda Muhammadiyah untuk menyusun konsepsi Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan untuk segera dilaksanakan setelah mencapai persesuaian pendapat dengan PP Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pegajaran.
Setelah ada kesepakatan antara PP Pemuda Muhammadiyah dan PP Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran pada tangggal 15 Juni 1961 ditandatanganilah peraturan bersama tentang organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Rencana pendirian IPM tersebut dimatangkan lagi di dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta tanggal 18-20 Juli 1961 dan secara nasional melalui forum tersebut IPM dapat berdiri dengan Ketua Umum Herman Helmi farid Ma’ruf, Sekretaris Umum Muhammmad Wirsyam Hasan.
Ditetapkan pula pada tangggal 5 Shafar 1381 bertepatan tanggal 18 Juli 1961 M sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
IRM Dari Masa Ke Masa
A. Tahun 1961-1966
Pada tahun ini PP IPM masih dalam pengawasan PP Pemuda Muhammadiyah, dan bersama-sama PP Pemuda Muhammadiyah berusaha mendirikan IPM di seluruh Indonesia. Pendirian IPM di seluruh Indonesian ini didukung oleh instruksi PP Pemuda Muhammadiyah no.4 tahun 1962 tahun 1962 tertangggal 4 Februari 1962 yang berisi Instruksi kepada Pemuda Muhammadiyah daerah se-Indonesia agar membentuk IPM di daerahnya masing-masing.
B. Tahun 1966-1969
Musyawarah Nasional Ikatan Pelajar Muhammadiyah I dilaksanakan pada tanggal 18-24 November 1966 di Jakarta dengan menghasilkan keputusan antara lain :
Membentuk PP IPM caretaker yakni pimpinan terdahulu yang bertugas melaksanakan tugas kepemimpinan IPM tingkat pusat sampai terbentuknya PP IPM yang baru.
Menunuk tim formatur yang terdiri dari Anwar Bey, M. Dfahmi Ms, M. Wirsyam dan unsur PP Muhammadiyah. Akan tetapi sebelas bulan kemudian baru terbentuk PP IPM dengan Ketua Umum Moh. Wirsyam Hasan, Sekretaris Umum Imam Ahmadi.
Menetapkan Muqadimah Anggaran Dasar IPM dan Anggaran Dasar.
Merumuskan Khitah Perjuangan IPM
Pada masa ini aktivis IPM pada umumnya ikut terlibat dalam mengantisipasi perkembangan politik Indonesia. Banyak Aktivis IPM turut terlibat dalam mengantisipasi perkembangan Politik Indonesia. Banyak aktivis IPM yang tergabung dalam KAPPI (Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia). Satu instruksi yang dikeluarkan PP IPM berkaitan dengan KAPPI ditunjukkan kepada daerah-daerah agar terlibat secara aktif di dalam KAPPI. Di samping itu di dalam Muktamar IPM ke-2 di Palembang dikeluarkan memorandum yang menyatakan bahwa IPM dari tingkat pusat sampai daerah akan tetap merupakan komponen aktif KAPPI masih tetap dapat menjaga kemurnian perjuangannya.
Tidak kalah pentingnya ditetapkan Sistem Pengkaderan IPM hasil seminar kader tangggal 20-23 Agustus 1969 di Palembang. Sejak inilah ulai dikenal istilah Taruna Melati, MABITA (Masa Bimbingan Anggota – yang kemudian berubah menjadi MABICA), Coaching Instruktur.
Pada periode ini eksistensi IPM digoyang dalam Tanwir Muhammadiyah tanggal 19-21 September 1968. Akan tetapi berkat argumentasi PP IPM dan dukungan AMM lain, akhirnya eksistensi IPM tetap dapat dipertahankan
C. Tahun 1969-1972
Munas/Muktamar II Palembang dilaksanakan pada tanggal 27-30 Agustus 1969 menyepakati adanya penyempurnaaan Khittah Perjuangan dengan dilengkapi Tafsir Khittah, Identitas, Tafsir Identitas, dan Tafsir Asas dan Tujuan IPM.
Pada periode yang dipimpin oleh Muhsin Sulaiman sebagai Ketua Umum, dan Ahmad Masuku sebagai Sekkretaris Umum berhasil ditetapkan lagu Mars IPM dan Himne IPM sebagai lagu resmi IPM.
D. Tahun 1972-1975
MUktamar III IPM di Surabaya melakukan penyempurnaan terhadap tafsir Khittah Perjuangan IPM, tafsir identitas IPM dan menghasilkan tafsir asas dan tujuan IPM serta teori perjuangan IPM. Juga menunjuk Abdul Shomad Karim dan Faisal sebagai Ketum dan Sekum.
Pada Konpiwil 1973 ditetapkan sebagai pedoman pengkaderan IPM pengganti pedoman terdahulu yang ditetapkan pada Muktamar II di Palembang.
Dalam periode ini aktivitas IPM banyak kemunduran, orientasi program nasionalnya yaitu: “Memantapkan IPM sebagai organisasi dakwah dan partisiasi dalam pembangunan nasional”.
E. Tahun 1975-1978
Mukatmar IPM IV yang dilaksanakan di Ujung Pandang tangggal 23-26 Agustus 1975 mengambil tema “ Membina dan Meningkatkan Peranan IPM sebagai Gerakan Dakwah di Kalangan Pelajar” dan menghasilkan program kerja nasional IPM dengan orientasi; meningkatkan partisipasi IPM dalam pembangunan nasional, dengan usaha antara lain: Aktif dalam usaha menanggulangi drop out, menggalakkan kepramukaan, meningkatkan studi pelajar, dan menanggulangi kenakalan remaja dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika.
Pada tanggal 24-26 Desember 1976 hasil Konpiwil 1973 dikaji ulang dan direvisi dalam seminar kader IPM di Tomang Jakarta.
Sebagai Ketum adalah Gafarudddin dan Sekum Faisal Noor.
F. Tahun 1979 – 1983
Muktamar IPM V dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 17 – 11 Juli 1979 dengan mengambil tema: “Generasi muda agamis dan pelajar modal pembangunan bangsa”. Berhasil terpilih Asnawi Syar ini sebagai Ketum dan maulana Yusuf Widodo sebagai Sekum.
Dalam Mukatamar IPM V ditetapkan antara lain:
IPM tetap berfungsi sebagai organisasi ekstra dan intra sekolah.
IPM sebagai organisasi pembina dan pengembangan pelajar yang agamis dan terpelajar sebagai modal pembangunan bangsa.
Meningkatkan partisipasi IPM dalam pembangunan nasional:
Mendukung program-program pemerintah dalam pembinaan dan pembangunan generasi muda.
Meminta pada pemerintah untuk memperketat pengawasan dan pengedaran film serta mass media lain yang memuat gambar tidak senonoh demi menjauhkan generasi muda dari bahaya moral.
Orientasi programn IPM adalah studi, kepemimpinan dan dakwah.
G. Tahun 1983 – 1986
Muktamar IPM VI sedianya akan diselenggarakan di Purwakarta Jawa Tengah urung dilaksanakan karena tidak mendapat ijin pemerintah. Mulai saat itulah masalah nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi permasalahan di tingkat pusat. Akhirnya Muktamar IPM VI diselenggarakan secara terbatas di Yogyakarta tanggal 30 sepetember – 2 Oktober 1983. Adapun sasaran program yang hendak dicapai adalah:
Terbinanya anggota IPM yang berdedikasi terhadap IPM.
Terbinanya IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah yang memiliki mutu dan efektivitas dalam menyelenggarakan kepemimpinannya untuk mencapai tujuan.
Terbinanya peran serta aktif IPM sebagai ortom dalam fungsinya sebagai pelopor, pelangsung, peyempurna amal usaha Muhammmadiyah serta berintegrasi dalam Angkatan Muda Muhammadiyah lainnya.
Di bawah kepemimpinan Masyhari Makhasi dan Ismail Ts Siregar focus utama kegiatan dalam pembina ke dalam dengan melakukan konsolidasi organisasi sampai tingkat bawah. Pada periode ini SPI kembali diperbaharui melalui forum seminar dan Lokalarya Pengkaderan tahun 1985 di Ujung Pandang, dilakukan pula pengembangan materi pengkaderan yang ada.
H. Tahun 1986 – 1989
Muktamar IPM VII dapat terselenggara tanggal 26 – 30 April 1986 di Cirebon dengan tema: “Memantapkan gerakan IPM dalam membangun akhlak mulia dan memupuk kreatifitas pelajar”. Periode ini memiliki tujuan umum program nasional yaitu terciptanya tradisi keilmuan dan kreatifitas di kalangan anggota yang dijiwai oleh akhlak mulia sehingga menjadi teladan di lingkungannya.
Tidak kurang beberap konsep dihasilkan pada periode ini seperti Sistem Dakwah Pelajar yang berisi komponen Mabica, Maperta, Pekan Dakwah, Latihan Da’i. Di samping disusun pula Sistem Administrasi IPM.
Pada periode kepemimpinan Khoiruddin Bashory dan Azwir Alimuddin ini masalah nama IPM masih menjadi agenda penting dan belum menunjukkan hasil sehingga berakibat gagalnya rencana penyelenggaraan Muktamar VIII di Medan yang diganti menjadi Muktamar Terbatas (silaturahmi pimpinan) di Yogyakarta.
Tahun 1990 – 1993
Di bawah kepemimpinan M. Jamaluddin Ahmad dan Zainul Arifin AU, menghasilkan Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia, Latihan Penelitian, Pembentukan KIR, Pengelolaan Studi Islami.
Muktamar terbatas yang mengambil tema; “ Mengembangkan gerak IPM dalam membina akhlak dan kreatifitas pelajar menuju masyarakat utama” memberikan arahan program dengan target:
Meningkatkan kualitas hidup anggota IPM dan pelajar pada umumnya dengan usaha peningkatan penghayatan hidup yang tertib ibadah, tertib belajar dan tertib berorganisasi.
Meletakkan kerangka mekanisme kepemimpinan dan keorganisasian yang semakin mantap untuk melakukan pembinaan tahap berikutnya.
Perubahan IPM ke IRM
Dalam Konpiwil IPM 1992 Yogyakarta, Menpora Akbar Tanjung secara implisit menyampaikan kebijakan pemerintah pada IPM untuk melakukan penyesuaian tubuh organisasi.
Usai Konpiwil PP IPM diminta Depdagri mengisi formulir direktori organisasi dengan disertai catatan agar pada waktu pengambilan formulir tersebut nama IPM telah berubah.
Karenanya PP IPM yang sebelumnya telah mengangkat tim eksistensi yang bertugas menyelesaikan masalah ini melakukan pembicaraan intensif. Akhirnya diputuskan perubahan nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah.
Dengan pertimbangan:
Keberadaan remaja sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa selama ini belum mendapat perhatian sepenuhnya dari persyarikatan Muhamadiyah.
Perlunya pengembangan jangkauaan IPM
Adanya kebijakan pemerintah RI tentang tidak diperbolehkannya penggunaan kata “Pelajar” untuik organisasi berskala nasional.
Keputusan pergantian nama oleh PP IPM ini tertuang dalam SK PP IPM Nomor VI/ PP.IPM/ 1992, yang selanjutnya perubahan tersebut disajikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 22 Jumadil Awal 1413 H/18 November 1992 M melalui SK No. 53/SK-PP/IV.B/1.b/1992 tentang pergantian nama (Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah).
Dengan demikian secara resmi perubahan IPM menjadi IRM adalah sejak tanggal 18 November 1992.
J. Tahun 1993 – 1995
Setelah perubahan nama, maka Muktamar IRM pertama tanggal 3-7 Agustus 1993. Dengan pertimbangan nilai historis Muktamar itu disebut dengan Muktamar IRM IX yang bertemakan “Aktualisasi Gerak IRM dalam peningkatan kualitas remaja muslim menghadapi PJPT II”.
Muktamar yang berlangsung meriah dan dihadiri sekitar 700 orang utusan dari seluruh tanah air behasil menetapkan Anggaran Dasar, Khittah Perjuangan, Kepribadian IRM, Garis-Garis Besar Kebijakan IRM, Pimpinan Pusat periode 1993-1995 (Ketua Athailah A. Latief dan Sekretaris Arief Budiman) dan beberapa rekomendasi.
Termasuk dalam keputusan Muktamar adalah menetapkan sasaran utama program jangka panjang yaitu upaya menciptakan tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan tradisi berkarya krteatif yang dijiwai akhlak mulia dalam rangka membentuk sumber daya remaja yang potensial sehingga mampu menjadi modal utama bagi terbentuknya komunitas remaja yang islami dan menjadi pelopor di lingkungannya. Sasaran tersebut dilaksanakan secara bertahap, berencana dan berkesinambungan selama empat periode Muktamar.
Pada periode Muktamar IX (1993-1995) aktifitas IRM diarahkan kepada upaya penataan mekanisme gerakan yang kondusif bagi terciptanya tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan berkarya kreatif yang dijiwai akhlak mulia.
Pada Konpiwil IRM tahun 1994 di Kendal ditetapkan Anggaran Rumah Tangga dan setelah itu dilakukan penataan pimpinan dengan pergantian sekretaris yaitu M. Irfan Islami dan perubahan susunan personalia lainnya. Pada periode ini telah berhasil pula ditetapkan Anggaran Rumah Tangga, penyempurnaan Sistem Pengkaderan IRM, Pedoman Administrasi, Lagu Mars IRM dan peraturan-peraturan penting lainnya.
K. Tahun 1996 –1998
Muktamar X di Surakarta pada tanggal 11 – 15 maret 1996 dengan agenda pendukung acara yang sangat menarik adalah BASIRA (Bakti Silaturrahmi Remaja) yang terdiri dari Perkampungan Kerja dan Pelatihan Kepemimpinan Pelajar Muhammadiyah Se Indonesia. Muktamar ini memilih Izzul Muslimin sebagai Ketua dan sekretaris Iwan Setiawan Ar Rozie. Periode Muktamar X diarahkan pada upaya pemantapan mekanisme gerakan yang kondusif bagi terciptanya tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan tradisi berkarya kreatif yang dijiwai akhl;ak mulia. Pada periode ini terumuskan garis-garis besar kebijakan IRM (GBK IRM) yang mencakup tentang pola dasar kebijakan dan pola dasar kebijakan IRM jangka panjang. Periode 1996 – 1998 ini mulai dirintis adanya lembaga khusus PP IRM seperti LAPSI, Bina Mentari, Alifah, Bengkel Seni Ufuk dan Lembaga dakwah. Dalam jumlah personel pengurus boleh paling sedikit yang hanya berkisar 15 orang PP IRM, nanti pada Konpiwil Palembang 1997 terjadi penambahan pengurus dengan memasukkan anggota pimpinan.
L. Tahun 1998 – 2000
Muktamar XI di Makassar pada tanggal 21 –24 Mei 1998 Di makassar mengambil tema; “ Mentradisikan Ilmu, Mengembangkan Karya, Menuju Prestasi” dengan Ketua Taufiqurrahman dan Sekretaris Raja Juli Ahntoni. Yang diarahkan pada upaya pengembangan program yang mendukung terciptanya tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan tradisi berkya kreatif yang dijiwai akhlak mulia. Muktamar XI ini sangatlah bersejarah dalam benak seluruh kader IRM dimana pada tanggal 21 Mei 1998 bersamaan dengan pembukaan Muktamar juga terjadi proses pergantian kepemimpinan nasional dengan pengunduran diri Presiden Soeharto. Selain itu IRM kembali menegaskan komitmennya sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar tidak berpolitik praktis dalam Deklarasi Makassar, juga terjadi perubahan AD dan ART IRM, terumuskannya agenda aksi seperti sekolah kader, gerakan pendampingan agama Islam, gerakan advokasi remaja selain itu perintisan kerjasama dengan pihak Founding menjadi kerja-kerja periode ini seperti terlibatnya IRM dalam JPPR dalam program Pemilu 1999.
M. Tahun 2000 – 2002
Tanggal 8 – 11 Juli 2000 di Jakarta adalah Muktamar IRM ke 12 yang merupakan Muktamar gabungan dengan Muhammmadiyah, Aisyiah, Nasyiatul Aisyiah dan IRM, Muktamar yang dihadiri seluruh utusan pimpinan wilayah IRM ini membahas dan menetapkan penetapan kembali nama IRM setelah melauli perdebatan yang panjang setelah adanya usulan pengembalian nama IPM. Dalam Muktamar ke – 12 ini ditetapkan antara lain:
Dasar-Dasar Grrakan IRM atau Paradigma Gerakan IRM
Kepribadian IRM
Kepribadian Kader IRM
Perubahan Struktur Bidang IRM
Pada Muktamar ini bidang Irmawati ditiadakan, Bidang Organisasi dan Hikmah dan Advokasi merupakan bidang tambahan dari struktur IRM. Tema yang diangkat adalah “Meneguhkan jati Diri, Merapatkan barisan Menuju Indonesia Baru” ini menetapkan Raja Juli Antoni sebagai Ketua Umum dalam pemilihan langsung yang merupakan model pemilihan baru di IRM dan Arif Jamali Muis sebagai Sekretris Jendral. Pada Mukrtamar ini pula penyusunan kebijakan IRM jangka panjang tahap kedua ditetapkan selama empat kali pelaksanaan Muktamar dimulai dari periode muktamar XII sampai Muktamar XV dimana masing-masng tahapan memiliki sasaran khusus dalam kerangka sasaran jangka panjang yaitu:
Muktamar XII : diarahkan pada penataan dan pemantapan gerak organisasi dengan mengusahakan kemandirian/otonomisasi dan pengembangan program-program advokasi kepelajaran/ keremajaan yang muatan-muatannya antara lain adalah memupuk kepekaan sosial politik, etos intelektual dan nilai-nilai moral kepada remaja/ pelajar.
Muktamar XIII : diarahkan kepada pengembangan gerakan untuk mencapai daya tawar (bargaining position) IRM yang kuat dengan mengusahakan sikap kritisme organisasi pengembangan program-program pemberdayaan yang memuat antara lain penyadaraan politik, amaliah transformatif dan penguasaan IPTEK.

Selasa, 07 Desember 2010

esai revitalisasi proses pengkaderan IPM sebagai pendidikan awal calon kader

 

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengejarkan amal saleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim’. (QS Fushilat: 33)
Menyimak ayat Al Quran di atas tentunya kita berpikir, bagaimana caranya untuk termasuk orang yang lebih baik karena ikut menyeru kepada Allah dan mengejarkan amal saleh? Apalagi kondisi Indonesia pada umumnya dan pelajar pada khususnya sedang menghadapi modernisasi yang mengglobal, budaya-budaya pop yang makin merajalela dikalangan pelajar, dan ini adalah faktor penghambat itu. Padahal menjadi rahasia umum bahwa pelajar Indonesia kurang dalam penguasaan pengetahuan. Hal ini dapat mengakibatkan suatu kemiskinan budaya sehingga dalam prakteknya di masyarakat pelajar tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi melemahnya sikap kritis dan peduli di kalangan pelajar yang kian akut.
Malah, banyak pelajar yang tidak mempunyai prinsip, terombang-ambing dalam pergaulan modernitas, seolah menjadi jawaban atas ketidakmampuan mereka dalam menempatkan diri pada aspek kehidupan pelajar yang akademis. Pergaulan bebas, free sex, penggunaan napza, dan kriminalitas yang didukung oleh kecanggihan teknologi dan komunikasi menambah gencarnya kebobrokan pelajar.
lkatan Pelajar Muhammadiyah di Kota Yogyakarta terdiri dari Pimpinan Daerah IPM Kota Yogyakarta, dua Pimpinan Cabang di tingkat kecamatan, 11 ranting SMP sederajat, 14 ranting SMA sederajat, dan satu ranting di kampung Nitikan. Hal ini menunjukkan bahwa IPM merupakan salah satu tulang punggung pemerintah kota dalam tataran yang lebih luas dan merupakan corong Muhammadiyah di kalangan pelajar. Posisi IPM akan sangat strategis dan penting untuk menyeru kepada Allah, mengejarkan amal saleh, melakukan penyadaran sosial-kemasyarakatan sejak dini kepada salah satu elemen masyarakat yang bernama pelajar. Mengingat kondisi mereka yang belum terlalu keruh “terkotori” dan kurang dari kepentingan-kepentingan politik, sehingga sangat efektif untuk dapat menggerakkan dan menyerukan kepentingan moral.
Untuk menjawab tantangan tadi butuh revitalisasi proses pengkaderan di tubuh IPM. Revitalisasi berarti proses mementingkan kembali, dalam konteks ini berarti objeknya adalah kaderisasi. Adapun maksud dari kaderisasi itu sendiri adalah proses penyiapan kader-kader untuk terlibat dalam aktivitas kemanusiaan dan kemasyarakatan yang lebih luas dari lingkup IPM (PP IPM, 2008: 25). Fungsi Pengkaderan itu sendiri dapat diurai dalam jabaran sebagai berikut.
1. Fungsi Kader Persyarikatan
IPM merupakan organisasi kader bagi Muhammadiyah maka IPM berfungsi sebagai lembaga kaderisasi yang out-putnya adalah kader-kader persyarikatan baik sebagai pimpinan maupun pemegang amal usaha di masa yang akan datang. Untuk itu dalam melakukan fungsi tersebut yang perlu diperhatikan dalam proses kaderisasinya adalah:
a. Corak Pengkaderan IPM adalah “Paradigma Kritis”, yaitu kaderisasi yang menekankan pada aspek penanaman ideologi yang berbasis pada ilmu.
b. Pengembangan paradigma kritis tersebut bermuara kepada lahirnya trilogy pembaharuan IPM (jihad, ijtihad, dan mujahadah) yaitu etos kerja, etos intelektual, dan etos spiritual.
2. Fungsi kader umat dan bangsa
Komitmen IPM terhadap proses transformasi masyarakat, bangsa, dan negara terwujud dalam sumbangsih IPM berupa kader-kader yang siap melakukan artikulasi konstruktif dalam rangka pembaharuan dan pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk itu dirumuskanlah kaderisasi dengan bentuk berikut.
a. Corak rekruitmen kader harus bersifat terbuka (inklusif) terhadap berbagai latar belakang dan potensi pelajar.
b. Dikembangkan pengkaderan-pengkaderan alternatif untuk mengakomodasi pluralitas kader dan mengalokasikan kader tersebut pada posisi-posisi yang meluas.
Dalam Tanfidz Muktamar XVI IRM (2008:32), IPM yang mengaku juga sebagai gerakan kader maka kaderisasi juga merupakan tugas utama IPM dan juga sebagai media internalisasi nilai-nilai gerakan pada setiap kader. Tanpa adanya kaderisasi, maka menjadi faktor utama lemahnya gerakan. Dalam kaderisasi yang ideal inilah nilai-nilai islam kritis-transformatif dapat terus ditanamkan. Untuk merealisasikannya dengan berbagai strategi, diantaranya:
a. disiplin menerapkan pengkaderan dalam setiap tingkatan
b. memperbanyak aktivitas-aktivitas pengkaderan, baik bersifat formal maupun informal
c. melakukan pendampingan intensif terhadap kader
d. memberikan wadah aktualisasi potensi bagi para kader sesuai dengan bakat dan minat.
Kaderisasi formal IPM melalui Pelatihan Kader Taruna Melati, untuk tingkatan Ranting (sekolah/kampong) dinamai Taruna Melati 1 (TM 1), dan untuk daerah (tingkat kota/kabupaten) Taruna Melati 2 (TM 2). Untuk lebih efektif dalam mewujudkan kader pelopor-ideologis yang memiliki komitmen dan loyalitas tinggi terhadap ikatan, berwawasan luas, berlandaskan Aqidah dan As-Sunnah, serta mampu menjadi inti penggerak organisasi dan pelangsung estafeta kepemimpinan, diadakanlah tindak lanjut pasca Taruna Melati berupa Sekolah Kader. Yaitu suatu proses yang disusun secara terpadu meliputi penyadaran, dan pembelaan terhadap kader IPM (PP IPM, 2008: 40).
Metode pengolahannya menggunakan metode pembelajaran paedagogi dan andragogi. Mekanisme pembelajarannya berupa ceramah, curah pendapat, dan diskusi terarah, mentoring, dan case study tentang suatu tema. Misalnya pengenalan diri: studi kritis konsepsi tentang manusia, Tuhan, dan semesta; hakikat agama dan hakikat islam; islam transformatif; ideologi gerakan Muhammadiyah; dan lain-lain (PP IPM, 2008:43-44).
PP IPM (2008: 115) telah memberikan rambu-rambu untuk mengukur keberhasilan sebuah organisasi dalam Pengkaderan bisa ditilik dari indikator: ada Taruna Melati atau kegiatan kaderisasi pendukung lainnya yang sesuai dengan Sistem Pengkaderan IPM, ada kegiatan follow up kaderisasi, pendampingan berkelanjutan, dan munculnya komunitas-komunitas hasil Pengkaderan sebagai basis gerakan.
Proses kaderisasi tentu tidak lepas dengan dunia pendidikan, bahkan bisa dikatakan sebagai uang logam yang bermukan dua: kaderisasi-pendidikan. Walau IPM bukanlah lembaga pendidikan, namun proses pendidikan, terutama pembentukan kapasitas kader melalui Pelatihan Kader Taruna Melati mendapat porsi besar dalam gerakannya. Menurut Ki Hadjar Dewantara via Siswoyo dkk (2007: 20), yang dinamakan pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan yaitu, menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Siswoyo dkk (2008: 20-21) dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan menerangkan bahwa unsur-unsur yang secara esensial yang tercakup dalam pengertian pendidikan adalah sebagai berikut.
1. Dalam pendidikan terkandung pembinaan (pembinaan kepribadian), pengembangan (pengembangan kemampuan-kemampuan atau potensi-potensi yang perlu dikembangkan), peningkatan (misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan tidak tahu tentang dirinya menjadi tahu tentang dirinya), serta tujuan (ke arah mana peserta didik akan diharapkan dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin).
2. Dalam pendidikan, secara inplisit terjalin hubungan antara dua pihak, yakni pihak pendidik dan pihak peserta didik yang di dalam hal dayanya yaitu saling mempengaruhi, guna terlaksananya proses pendidikan (transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan) yang tertuju kepada tujuan-tujuan yang diinginkan.
3. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat dan perwujudan pembentukan din secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi dalam rangka pemenuhan semua komitmen manusia sebagai individu, sebagai makhluk sosial, dan sebagai makhluk Tuhan.
4. Aktivitas pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga, dalam sekolah, dan dalam masyarakat.
Berdasar hal di atas perlu disadari bahwa pendidikan memainkan peran penting di dalam drama kehidupan dan kemajuan umat manusia. Pendidikan merupakan suatu kekuatan dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, daya jiwanya (akal, rasa, dan kehendak), sosialnya, dan moralitasnya (Siswoyo dkk, 2007: 18). Dengan kata lain pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi kemampuan, kepribadian, dan kehidupan individu dalam pertemuan dan pergaulannya dengan sesama dan dunia, serta hubungannya dengan Tuhan.
Ikatan Pelajar Muhammadiyah di Kota Yogyakarta sebagai gerakan sosial non politik, diharapkan mampu menjadi alternatif sekaligus nilai tambah di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tentunya memiliki intrakurikuler yang berbicara banyak hal tentang pendidikan. Namun, keberadaan IPM haruslah diposisikan secara proporsional sebagai satu-satunya organisasi intra sekolah di Sekolah Menengah Muhammadiyah. Dengan begitu peran IPM akan lebih terbuka lebar, pelajar menjadi lebih dewasa karena pemberdayaan yang tidak didapatkan selain dari IPM sebagai ekstrakurikuler dalam kegiatan belajara mengajar. Seandainya posisi IPM di suatu Sekolah Menengah Muhammadiyah dikerdilkan atau bahkan ditiadakan, pelajar akan menderita kerugian secara intelektual dan kehilangan fisrt experience untuk menjadi pemimpin (konteks pelajar). Jika ketimpangan ini berlanjut, alumni dari Sekolah Menengah Muhammadiyah terdegradasi kemampuan kepemimpinannya, sehingga tersingkir dalam percaturan dunia kerja atau aktivitas sosial lainnya, misalnya Organisasi Kemahasiswaan di kampus dan atau Karang Taruna di tempat tinggal masing-masing.
Idealisme gerakan ini pertama kali dikokohkan dengan penekanan yang bisa dikatakan sebagai indoktrinasi pada saat Taruna Melati. Para peserta, atau peserta didik yang hadir pelatihan dengan berbagai latar belakang tentunya berharap kopetensi-kompetensi kader IPM tercapai. Peserta didik itu sendiri adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan (Siswoyo dkk, 2007: 92). Sebagai peserta didik Taruna Melati sangat tergantung dan membutuhkan bantuang orang lain yang memiliki kewibawaan dan kedewasaan. Mereka tentunya masih dalam kondisi lemah, kurang berdaya, belum bisa mandiri, dan serba kekurangan dibanding orang dewasa; namun dalam dirinya terdapat potensi bakat-bakat dan disposisi luar biasa yang memungkinkan tumbuh dan berkembang ketika dan setelah mengikuti taruna Melati.
Masih menurut Siswoyo dkk (2007, 93-94), menerangkan bahwa peserta didik adalah persona yang memiliki multidimensional. Aneka dimensi bisa menjelma pada diri peserta didik dalam interaksinya dengan lingkungan alam natural dan lingkungan sosiokultural. Dimensi individualitas pada diri peserta didik mewujud dalam kemandirian, ketekunan, kerja keras, keberanian, kepercayaan diri, kelakuan, semangat dan ambisi. Dimensi sosialitas pada diri peserta didik tampak pada sikap kedermawanan, saling menolong, toleransi, kerjasama, suka berbagi dengan sesama, berorganisasi, dan hidup secara bermasyarakat. Dimensi religiusitas pada diri peserta didik kelihatan dalam perilaku ketaatan menjalankan ajaran agama, beribadah, keyekinan adanya Tuhan, ketekunan, keikhlasan, kesediaan berdakwah, dan kepasrahan atau tawakal. Dimensi historisitas tampak pada diri peserta didik dalam kesenangan menyelidiki kisah-kisah kuno, kegemaran mencatat aneka kejadian sejarah, kesadaran akan pentingnya sejarah, dan kemapuan mengkreasi sejarah. Dimensi moralitas pada diri peserta didik kelihatan pada pengetahuannya tentang nilai-nilai meralitas yang universal dan local, pengetahuan tentang akibat-akibat yang ditimbulkan dari perilaku moral, kemampuan membedakan antara perilaku moral baik dan buruk, kemampuan menjaga perilaku ketaatan moral, dan lain-lain.
Taruna Melati bisa diartikan sebagai kawah candradimuka: peserta didik datang, membawa segenap potensi yang belum diasah, pulang dengan secercah harapan yang menunjukkan beberapa potensi yang lebih terlihat. Tindak lanjut yang dinamai sekolah kader itulah pengenalan lebih dalam terhadap materi-materi yang lebih detail dan penambahan lebih komprehensif tentang segala pengetahuan yang dibutuhkan sebagai seorang pelopor, pelangsung, dan penyempurna amanah. Bakat-bakat terpendam para peserta didik kemudian bisa dikembangkan melalui hubungan relasional dalam IPM, entah itu kelebihan intelektual, spirirtual, kepemimpinan, estetik, kinestetik, ataupun psikomotorik. Hal ini bisa terwujud karena IPM memilik bidang Kajian dan Dakwah Islam (KDI) untuk menampung pelajar yang memiliki potensi yang lebih dalam ranah spiritual, bidang Perkaderan untuk pengembangan kepemimpinan dan pengembangan sumber daya manusia, bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan (PIP) untuk mengembangkan intelektualitas kader, bidang Apresiasi Seni, Budaya, dan Olahraga yang tepat bagi para calon seniman dan olahragawan, bidang Kewirausahaan untuk melatih kemandirian dan kreativitas pelajar dalam bidang ketahanan ekonomi, dan bidang-bidang yang lain tergantung kebutuhan local atau membuka peluang penambahan atas dasar kearifan lokal.
Peserta Taruna Melati dalam proses pelatihan dan tindak lanjut selalu diharapkan menjadi peserta yang terus belajar. Menurut Reber dalam Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar dalam dua pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan, dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Sedangkan Sugihartono (2007: 74) sendiri menyatakan, belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanent atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.
Dalam proses Taruna Melati dan Sekolah Kader diharapkan peserta memiliki perilaku belajar berupa perubahan tingkah laku yang terjadi secara sadar, perubahan itu terus menerus dan benar-benar dilaksanakan, perubahan itu bersifat positif dan aktif, perubahan bersifat permanen, perubahan dengan belajar bertujuan atau terarah, dan perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Dengan proses Sekolah Kader diharapkan pembelajaran menjadi faktor yang sangat penting dalam perkembangan tingkah laku peserta. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran itu sendiri. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Untuk menuju hasil belajar yang baik dibutuhkan pembentukan kebiasan pembelajar atau pribadi peserta yang aktif, jadi bukan menunggu apa-apa yang diberikan fasilitator atau pendamping, namun menjadikan dirinya sebagai subjek pelatihan yang hendaknya mencari banyak cara untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Selain itu perlu pembentukan rangsangan dari lingkungan yang kondusif untuk mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran menjadi pembelajar yang benar-benar kompetitif untuk mencapai hasil yang maksimal.
Proses pembelajaran diawali dengan niat atau motivasi. Bentuknya berupa dorongan besar yang mengawali peran peserta sebelum proses pembelajaran berlangsung. Cara agar motivasi peserta berkembang dilakukan dengan komunikasi personal ataupun dalam forum diskusi kecil tanpa paksaan tentang apa yang mereka inginkan dari proses perkaderan ini. Seluruh keinginan itu kemudian diarahkan untuk merujuk hasil bahwa kesemua perjalanan pembelajaran adalah untuk mereka sendiri. Seberapa besar mereka mendapat maslahat tergantung seberapa besar intensitas mereka bisa mengalokasikan minat kepada pembelajaran. Lalu, peserta diarahkan kepada pola belajar yang sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Apakah mereka unggul auditorialnya, visualnya, atau kinestetisnya. Serta terus dilakukan pembimbingan oleh fasilitator dengan perbandingan maksimal 1:10 untuk menjaga kualitas monitoring sehingga bakat dan minat peserta yang kadang belum muncul nanti bisa dikuak bersama dalam forum itu.
Pembelajaran selanjutnya bagaimana untuk meningkatkan tingkat pemahaman peserta Taruna Melati dan Sekolah Kader. Tentunya, materi yang merujuk kepada kompetensi-kompetensi apa yang harus dikuasai dibutuhkan pemahaman yang mendalam dan komprehensif. Mendalam maksudnya peserta dituntun untuk menguasai materi sampai ke cabang-cabang atau detailnya secara jelas dan tepat. Sedangkan komprehensif mengedepankan prinsip pembelajaran yang multi aspek atau tidak parsial supaya pemahaman peserta lengkap tanpa sudut pandang sempit yang kadang menimbulkan pendapat, pola pikir, dan perilaku yang malah menyimpang. Usaha untuk meningkatkan kedalaman dan kemenyeluruhan pemahaman ini dilakukan dengan menyarankan peserta membaca referensi sebelum diskusi, pemberian materi, atau studi kasus dilakukan, aktivasi pemahaman awal tersebut dengan questioning, dan penugasan dalam bentuk penyusunan karya tulis, makalah atau paper misalnya.
Pemahaman tersebut butuh usaha selanjutnya untuk menjaga agar kuat menunjam dalam memori peserta karena materi pada saat Taruna Melati dan Sekolah Kader ini merupakan landasan awal yang akan mencakup segala aktivitas organisasi kelak sekaligus menjadi ruh atau spirit perjuangan. Penguasaan materi juga diharapkan dapat disegarkan dengan mengulang materi secara sekilas atau dengan diskusi, serta bisa juga dengan penugasan menyampaikan materi tersebut kepada audiens lain di Ranting-ranting IPM yang mencapai 26 ranting.
Selain itu, perlu diingat, materi juga memiliki aspek aksiologis atau memiliki daya manfaat ketika dapat diterapkan dalam kenyataan. Teori-teori tersebut ada untuk dilaksanakan tak sekedar menjadi ingatan dan keyakinan. Dalam pelaksanaan inilah dibutuhkan pembimbingan yang lebih intensif sehingga keberadaan peserta benar-benar dihargai bukan hanya sekedar peserta yang sepenuhnya berinisiatif, namun memberdayakan juga peran fasilitator sebagai pembimbing secara lebih maksimal untuk mencapai kompetensi-kompetensi.
Sebagai penekanan pada taraf pembelajaran, perlunya kita belajar dari hewan di sirkus yang dengan hebat memainkan perintah pawangnya tanpa begitu banyak protes, mengapa? Jawabannya tentunya peserta tidak dituntut untuk menjadi hewan sirkus yang siap melaksanakan perintah fasilitator tanpa banyak diskusi dan sosialisasi logisitas aksi. Namun, yang perlu dicermati adalah bentuk pembiasaan yang kuat akan membentuk pribadi yang kuat pula. Kalau menurut pepatah, “Orang hidup itu dibentuk oleh kebiasaan”.
Oleh karena itu, peserta Taruna Melati dan Sekolah Kader harus terus dibiasakan untuk mengaplikasikan pemahaman mereka hingga pada taraf pandangan hidup. Ideologi, kalau diterjemahkan bebas menjadi ilmu pendapat, benar-benar kokoh melekat di dalam hati sehingga menimbulkan kerelaan untuk melaksanakan berbagai aktivitas bahkan yang berat sekalipun tanpa kompensasi apapun. Hal ini sering disebut dengan militansi, kerelaan seseorang untuk berkorban tanpa pamrih materi.
Dalam proses pembelajaran dan pembiasaan dituntunkan untuk melakukan kegiatan evaluasi secara rutin terhadap segala elemen pelatihan peserta. Evaluasi itu bisa mencakup tentang kondisi peserta, kurikulum yang disampaikan, kualitas pemateri dan fasilitator dan cara pembawaannya, dll. Evaluasi ini diharapkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga luaran yang diharapkan berupa kader-kader yang siap untuk diberdayakan dapat tercapai. Evaluasi ini lebih baik lagi jika melibatkan orang-orang yang memiliki pengalaman lebih banyak dan pengetahuan yang lebih luas.
Militansi inilah yang akan menjadikan gerak organisasi menjadi efektif dan progresif namun efisien. Efektif itu berhubungan dengan tingkat kualitas kinerja pimpinan dalam melaksanakan tugas organisasi. Jika dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama ternyata mampu melaksanakan berbagai aktivitas yang banyak, itulah yang disebut dengan progresif. Adapun efisien yaitu hematnya biaya yang dikeluarkan, dalam hal ini kecilnya pembiayaan yang dikeluarkan untuk memberdayakan Sumber Daya Manusia berkualitas. Efisiensi inilah yang akan dapat menjadikan organisasi berjalan mandiri tanpa harus mendapatkan sponsor dan atau donatur dalam jumlah yang besar.
Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa kebutuhan kader itu merupakan hal pokok yang harus dipenuhi oleh seluruh organisasi dan cara peningkatannya bisa dengan pemberian perhatian yang lebih terhadap proses pengkaderan. Semakin serius dalam meningkatkan kualitas dan kapasitas kader tentunya akan memudahkan laju organisasi atau dengan kata lain gerak organisasi menjadi lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuannya. Jadi, gerak IPM untuk mewujudkan pelajar muslim yang berakhlak mulia, berilmu, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dapat segera terwujud. Hal inilah yang nantinya bisa menjawab masa depan remaja di kota Yogyakarta secara praktis yang sedang bergelut dengan pergaulan bebas, free sex, penggunaan napza, dan kriminalitas yang didukung oleh kecanggihan teknologi dan komunikasi.
Referensi:
PP IPM. 2008. Tanfidz Muktamar XVI IRM. Yogyakarta: PP IPM.
Siswoyo, Dwi. 1997. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY press.
Sugihartono dkk. 1997. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY press.